Sejarah Kapal Ro-Ro
Kapal roll-on/roll-off atau disingkat Ro-Ro merupakan salah satu jenis kapal yang sangat populer di banyak negara, termasuk di Indonesia.
Sejarah Kapal Ro-Ro pertama kali di kenalkan di dunia pada tahun 1850, tepatnya di Skotlandia (Inggris) pada masa kejayaan kereta api bertenaga uap.
Awalnya, Kapal Roro didesain untuk mengangkut gerbong kereta menyeberangi sungai yang lebar, hingga Ro-Ro pun memiliki rel pada decknya.
Lalu Kapal Ro-Ro pun berkembang di kawasan Baltik dan Mediterrania.
Pada PD II, militer mengaplikasikan Roro untuk mengangkut tank dan kendaraan tempur lainnya.
Sedangkan penggunaan kapal roro pada pelayaran niaga dimulai sekitar awal 1950an, didorong oleh perkembangan moda transportasi darat, seperti kendaraan pribadi, bus dan truk.
Tak mudah memperoleh data yang akurat, namun diprediksi kini ada sekitar 6000 unit armada Ro-Ro di seluruh dunia.
Riset FAROS menyebutkan bahwa pada tahun 2009, Ferry RoRo sudah mengangkut sebanyak 2 miliar orang dan 250 juta unit kendaraan bermacam tipe per tahun.
Di Indonesia, PT. ASDP Indonesia Ferry sebagai operator terbesar memiliki 146 unit kapal Roro (tahun 2017). Jumlah total kapal Ro-Ro di Indonesia diperkirakan sekitar 200 unit.
Kelebihan Kapal Ro-Ro
Salah satu kelebihan dari kapal ro-ro adalah kemampuannya untuk berintegrasi dengan sistem transportasi lain dan waktu bongkar muat yang cepat.
Kapal Ro-Ro mampu memuat penumpang dan kendaraan, dimana kendaraan memasuki (Roll On) dan keluar (Roll Off) kapal dengan penggeraknya sendiri, yang sering disebut Rolling Cargo.
Dari aspek operasional, metode bongkar muat ini lah yang menjadi ciri khas kapal Ro-Ro.membuat Ro-Ro menjadi pilihan utama untuk pelayaran jarak pendek.
CV Seara setiap kali melakukan pengiriman kendaraan antara pulau atau antara daerah yang melakukan penyebrangan laut atau selat, biasa menggunakan Kapal Ro-Ro sebagai media pengantar kendaraan.
Karena kapal ini selalu tersedia di setiap dermaga di Indonesia.
Kelemahan Kapal Ro-Ro
Meski sukses secara komersil, RoRo memiliki kelemahan pada aspek safety, karena fitur uniknya yang secara mendasar berbeda dengan kapal jenis lain, yaitu pada fitur Subdivision dan Damage Stability.
Kapal Ro-Ro adalah zero subdivison, karena memiliki ruang muat terbuka (untuk kendaraan) tanpa sekat-sekat yang kedap air.
Volumenya sangat besar karena sepanjang badan kapal, dengan pintu di salah satu atau kedua ujungnya.
Sedangkan damage stability menyangkut kestabilan kapal dalam situasi sedang mengalami kerusakan atau saat tidak normal.
Secara konsep, kapal dirancang harus mampu mempertahankan stabilitas (tidak terbalik, atau tenggelam) pada saat kondisi terburuk yang diperkirakan dapat terjadi. Misalnya kebocoran lambung dan terpaan gelombang tinggi.
Dari aspek ini, RoRo termasuk kapal dengan kategori stabilitas yang rendah.
IMO dalam Konvensi SOLAS 1974 Bab II-1 (amandemen tahun 1995) mendefinisikan RoRo sebagai kapal penumpang dengan ruang kargo ro-ro atau ruang kategori khusus.
Oleh IMO, walau utamanya untuk mengangkut rolling cargo, kapal RoRo dikelompokkan dalam Class kapal penumpang, yang prosedur keselamatannya sangat ketat.
Ro-Ro di Indonesia
Di Indonesia, kapal Ro-Ro termasuk dalam jenis moda yang digunakan pada angkutan sungai, danau dan penyeberangan selat.
Namun, karena tidak banyak sungai dan danau besar (Kecuali di Danau Toba) di Indonesia, Ro-Ro lebih banyak digunakan untuk penyeberangan selat dan pelayaran di perairan pesisir (coastal shipping).
Sejarah kapal RoRo di Indonesia tak lepas dari dibangunnya pelabuhan Merak pada awal tahun 1912 oleh perusahaan kereta api Staatspoorwegen atas penugasan dari Pemerintah Hndia Belanda.
Pelabuhan Merak dibangun untuk menunjang ekspor Hindia Belanda dari Indonesia ke luar negeri.
Rel kereta dari tanah abang (Jakarta), melintasi Tangerang, Rangkas Bitung, Serang hingga Merak menjadi sarana pengangkutan orang dan hasil bumi Indonesia.
Dari Stasiun Merak yang menyatu dengan Pelabuhan Merak, kereta memasuki kapal Roll On yang berlayar menyeberangi selat sunda hingga Pelabuhan Panjang (Lampung), dimana Kereta Roll Off untuk menuju Stasiun Teluk Betung.
Sampai tahun 2014, Indonesia memiliki 225 rute penyeberangan, terdiri atas 44 rute komersil dan 181 rute perintis.
Dilayani 306 unit kapal Ro-Ro, dimana 118 unit dikelola ASDP Ferry Indonesia, 170 unit oleh swasta, dan 18 unit oleh BUMD.
Jumlah pelabuhan penyeberangan ada 156 unit, terdiri dari 117 dikelola Pemda, 35 unit dikelola ASDP dan 4 unit dikelola UPT-Kemenhub.
Dari sejarahnya, Ro-Ro memang lebih dekat dengan transportasi darat. Kapal Ro-Ro berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan dua ruas jalan yang terpisah oleh laut sempit.
Mungkin karena alasan itu lah mengapa kapal Ro-Ro di Indonesia diurus oleh Ditjen Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan.
Namun, ada perkembangan menarik pada tahun 2017.
Kemenhub menerbitkan PM 107/2017 tentang penyelenggaraan angkutan penyeberangan jarak jauh menggunakan kapal Ro-Ro (Long Distance Ro-Ro).
Tujuannya untuk mengurangi beban jalan di sepanjang pantai utara pulau Jawa, Bali, dan Lombok.
Tipe yang digunakan untuk angkutan di atas adalah Ro-Ro Penumpang atau RoRo barang. Dengan kapasitas angkut paling sedikit 100 unit truk serta kecepatan dinas minimal 15 knot.
Adapun trayek penyeberangan jarak jauh yang dimaksud adalah Jakarta – Semarang, Jakarta – Surabaya, dan Surabaya – Lembar, Lombok.
Kebijakan di atas sebenarnya adalah implementasi konsep coastal atau short sea shipping.
Artinya, kapal Ro-Ro yang awalnya berfungsi menjadi jembatan sekaligus perpanjangan jalan darat, kini menjadi kompetitor bagi transportasi darat.